Ada satu ganjalan di benak saya sebagai orang Batak (walaupun untuk yang Non-Batak juga di-welcome pendapatnya). Apakah etis panggilan maupun penghormatan dalam adat Batak dibawa-bawa ke dalam gereja? Contoh, keponakan saya biasa memanggil "tulang" (adik dari ibu) pada saya.
Apakah di dalam gereja juga etis bila dia memanggil "tulang"?
Terutama pada saat keponakan tersebut menjadi Protokol/MC, misalkan.
GBU
Philips
Ristiyani Wulandari:
Halo Phil,
Mau kasih pendapat nih...
Kalau boleh di sebaiknya adat jangan dibawa ke gereja....karena digerejakan gak batak semua bagaimana dengan suku yang lain...wah repot dong kalau masing2 bawa adatnya kepodium nanti yang jawa panggil bulik/paklik (tante/om dlm bahas jawa) atau mas, mbakyu.... menurutku itu jadi kacau balau lebih baik kita pakai bahasa Indonesia, bapak/ibu buat yang sudah menikah dan sdr/i buat yang single....jadi semuanya netral...
atau mungkin disorga nanti kita masih tetap dengan kesukuan kita....????
met kerja n GBU
Tommy Manawan:
Yang pasti dalam Yesus tidak ada satu adat mana pun yang lebih baik dari Adat yang Yesus ajarkan. Silahkan masing2 jabarkan seperti apa adat Yesus, itulah yang kita hidupkan dalam kehidupan orang kristen baik di gereja, rumah, kantor dan dimana saja.
Holbert Tamba:
Menurut saya masalah karna
1. panggilan itu menjadi satu pertanyaan bagi orang yang tidak satu suku.
2. panggilan tersebut bisa mendatangkan suatu pandangan yang negatif dari orang lain. (KKN) khususnya dalam pemilihan pengerja di dalam gereja. Saya pernah baca satu buku yang isinya kesukuan, dan keagamaan tidak boleh dibawa-bawa dalam: Pekerjaan, Pendidikan, dan Gereja juga.
Sovie Simbolon:
Nich pandanganku lho... Kalo waktu di gereja apalagi jadi MC harus lebih profesional dong pak... :)
Ada beberapa kebiasaan sebutan yang sering di gunakan seperti: Saudara/i or Bapak/Ibu
Contoh saja kalo suami or istri menyebutkan istri nya atau suamipun bapak Philips marbun... yach.. seperti itulah...
Khan gereja itu bukan milik keluarga or batak saja hehehehe... :) Tuhan juga mengajarkan Saudara-saudariku.... gicu lho...
Mitchell Naibaho:
Hi All,
Suatu kali saya jd protokol di acara Permintaan Doa di gereja. Utk doa tutup acara pd waktu itu, saya hunjuk Mama saya sndiri dengan sebutan Ibu Pdt Naibaho (org tua saya Pdt). Di acara itu juga ada Opung saya (baca:kakek..buat yg ga ngerti, heheh...). Nah, waktu dah nyampe di rumah, saya dimarahin ama Opung tercinta..:( Beliau bilang, knp km ga panggil Mama waktu hunjuk utk doa tutup.. Wah, kaget jg waktu itu...Kita sempat berargumen di rumah ama beliau sambil bercanda2..Tp Opung saya ttp kekeh kt sebaiknya sebut hubungan kita dgn org yg kita hunjuk itu, biar org yg mungkin tidak kenal dgn kita bisa tau hubungan kita dgn org lain (yg kita hunjuk).. Jd should be, "Utk doa tutup saya undang, Mama, Ibu Pdt Naibaho".
Nah, ga tau ini nyambung dgn yg lagi di bahas apa ngga..Cuma yg saya tangkap dr argumen mendiang opung saya waktu itu adalah kita patut mghargai para orang tua kita di gereja, (termasuk dr podium), salah satunya dgn cara menyebut panggilan kita biasanya..Ntah jugalah...
Buat saya pribadi, mo panggil Om/tante/Tulang/Amangboru, Pak Cik, no problem at all.. Justru di situlah letak keunikan gereja kita, beranekaragam tp tetap kompak n bersatu... Ga ada bedanya kok dgn nyebut Bapak/Ibu..ato Om/Tante..Tulang/Nantulang..:D
Coba bayangkan indahnya kesatuan itu saat seorang MC memanggil Ketua gereja yg Batak dgn Amangboru, trus dia panggil lagi Sekretaris Jemaat yg org Manado dgn Om, trus seorang anggota jemaat Jawa dgn sebutan Mas, dan seorang ibu muda dgn sebutan Teteh krn dia dr Bandung...Hmmm....oya satu lagi, dia panggil pianis gereja dgn sebutan Cici, krn keturunan Tionghoa...:)
Sekarang sbenarnya sesama batak pun ga pake panggilan adat lagi...saya hanya panggil panggilan adat ke orangtua yg saya yakin pasti hubungan adat dgn mereka. Tp klo marganya ga nyambung lagi dgn marga saya, cenderung saya panggil Om/Tante aja...hehe..kalian juga pasti bgitu kan? hayo ngaku...:D
So, adat itu bs memberi warna yg indah kok di gereja kita...:)
cheers,
mitchell
palemsemi
Monang Tambunan:
Dear All,
Saya tidak mengikuti semua pembahasan sebelumnya tapi dari judulnya dan email terakhir saya bisa ambil kesimpulan bahwa "adat" di gereja Advent maksudnya adalah "panggilan" kepada seseorang didalam kebaktian.
Sebelum saya datang dari sudut Alkitab saya mau terangkan dulu dari segi Antropologinya.
Kebudayaan atau adat-istiadat adalah satu kebiasaan atau pola hidup dari satu kelompok masyarakat.
Dalam hal ini kita akan bicarakan adat orang Batak.
Oleh karena kelompok masyarakat terdiri dari individu-individu maka setiap individu ini akan terikat dengan kebudayaan atau adat istiadat dimana dia dilahirkan. Contoh, saya adalah orang batak toba maka saya akan terikat dengan adat-istiadat Batak Toba bukan Batak Simalungun atau Karo atau Madailing dll. Kebudayaan atau adat istiadat Batak Toba akan membentuk jati diri saya, cara berfikir saya, cara berperilaku, tutur kata dan bersikap dan juga cara saya menghayati dan mengimlemantasikan nilai-nilai hidup.
Galatians 3:26-29 26 Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. 27 Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus, telah mengenakan Kristus. 28 Dalam hal ini tidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Kristus Yesus. 29 Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah.
Apa arti dari Ayat ini?
Barangsiapa didalam Kristus maka tidak ada lagi perbedaan. kita adalah sama dibawah Salib.
Nah, bagaimana dengan saya yang orang Batak Toba yang terikat dengan adat-istiadat Batak Toba?
Injil tidak meniadakan kebudayaan yang membentuk manusia, melainkan Injil membarui cara berpikirnya, berperilakunya, bertutur katanya, bersikapnya, caranya menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai hidupnya. Itulah yang kita sebut transformasi kebudayaan. Transformasi kebudayaan memang tidak mudah, ia diibaratkan suatu kelahiran baru (rebirth) yang mengalami kesakitan persalinan, tetapi yang akhirnya bermuara ke dalam sukacita kelahiran. Tidak ada manusia yang bisa melepaskan diri dari kebudayaan. Yesus pun adalah manusia Yahudi yang dilahirkan ke dalam kebudayaan Yahudi, Ia mengikuti adat-istiadat dan agama Yahudi. Namun Ia membarui adat-istiadat dan kebudayaan Yahudi itu dari dalam. Ia menjungkir balik nilai-nilai yang ditradisikan turun-temurun melalui implementasi Hukum Taurat. Transformasi yang dilakukan Yesus akhirnya membawa-Nya kepada kayu salib.
Saya ingin bertanya kepada saudara-saudara yang dilahirkan sama seperti saya, yaitu Batak Toba. Apa artinya menjadi "Anak Allah"?
Kalau jawaban saudara masih ada mengandung sukuisme, kita perlu lagi merenungkan apa artinya berada didalam Kristus.
Problem yang dihadapi oleh Paulus di jemaat Galatia telah menjadi problem kita sekarang. Paulus mengatakan bahwa didalam Kristus kita satu, sama dan tidak ada perbedaan.
Saya pikir para gembala kita perlu mengkhotbahkan issue ini didalam gereja untuk memberikan pengertian yang baik kepada Anggota.
Monang Tambunan
Adrian Khoman:
Mau kasi pendapat nih ya...
Menurut saya, kalau sekedar panggilan ya gak masalah saja.... soalnya itu kan bentuk penghormatan kita pada yang lebih tua...
nah, kalau dari panggilan tertentu, kan kita tau hubungan kekerabatannya bagaimana.... jadi gak perlu ada penjelasan lagi....
TAPI.... (nah ini dia....)
Masalahnya, adalah kalau adat lebih dijunjung tinggi daripada agama...
ambil contoh ya.... orang kita ada yang lebih ngamuk kalau dibilang tidak "beradat" daripada tidak ber"agama" atau tidak ber"Tuhan"...
ini masih bisa dijumpai pada orang "kita" di Medan, khususnya....
Yang lebih ekstrim lagi, ada orang2 tua kita yang memilih pergi ke acara Adat pada hari Sabat daripada mengutamakan pergi ke gereja...
Nah, hal2 yang seperti inilah yang harus kita tinggalkan...
Tapi kalau soal sopan santun, hormat menghormati, kenapa tidak dilestarikan??
No comments:
Post a Comment