Cari Artikel di Blog ini

Selamat Datang di Website PA-DKI Plus

Website/Weblog PA-DKI Plus adalah pengembangan dari Milis PA-DKI yang sejak tahun 2000 sudah berdiri dan cukup hot dalam berdiskusi. Website ini dikembangkan dengan tujuan untuk menyediakan sumber-sumber maupun bahan-bahan bacaan yang berguna bagi para Pemuda Advent DKI, maupun penyediaan dokumen-dokumen penting Kepemudaan, termasuk foto-foto kegiatan pemuda.

PA DKI Plus adalah singkatan dari Pemuda Advent DKI Jakarta & Sekitarnya. "Plus" nya sendiri bisa berarti banyak. Yang pertama plus dalam arti usia, website dan milis PA-DKI seperti kita ketahui, tidak terbatas hanya untuk para orang muda, namun juga pada mereka yang berjiwa muda. Plus yang kedua tentunya dari segi geografi. Website dan milis PA-DKI terbuka untuk semua orang muda dan yang berjiwa muda di seluruh dunia, tidak hanya di DKI Jakarta.

Terima kasih banyak atas kunjungan Anda. Pihak moderator dengan senang hati menerima kiriman artikel rohani, sumber-sumber penting bagi Kepemudaan, berita-berita dari jemaat Anda, beserta gambar-gambarnya. Kirim kan saja ke email: admin@jakartaadventist.org, setelah disunting berita atau artikel Anda akan terpublish di Weblog ini.

Satu yang terakhir namun tetap penting, Milis dan Weblog PA-DKI adalah resmi di bawah naungan Direktur Pemuda Advent Konferens DKI Jakarta & Sekitarnya yang sekarang diemban oleh Pdt. Daniel Rampen.

Salam Pemuda,
Moderator

Wednesday, October 28, 2009

Pelukan Kasih Tuhan

Ada seorang pengembara yang sangat ingin melihat pemandangan yang ada di balik suatu gunung yang amat tinggi. Maka disiapkanlah segala peralatannya dan berangkatlah ia. Karena begitu beratnya medan yang harus dia tempuh, segala perbekalan dan perlengkapannya pun habis. Akan tetapi, karena begitu besar keinginannya untuk melihat pemandangan yang ada di balik gunung itu, ia terus melanjutkan perjalannya. Sampai suatu ketika, ia menjumpai semak belukar yang sangat lebat dan penuh duri. Tidak ada jalan lain selain ia harus melewati semak belukar itu.

Pikir pengembara itu "Wah, jika aku harus melewati semak ini, maka kulitku pasti akan robek dan penuh luka. Tapi aku harus melanjutkan perjal anan ini." Maka pengembara itupun mengambil ancang-ancang dan ia menerobos semak itu. Ajaib, pengembara itu tidak mengalami luka goresan sedikitpun. Dengan penuh sukacita, ia kemudian melanjutkan perjalanan dan berkata dalam hati "Betapa hebatnya aku. Semak belukarpun tak mampu menghalangi aku."

Selama hampir 1 jam lamanya ia berjalan, tampaklah di hadapannya kerikil-kerikil tajam berserakan. Dan tak ada jalan lain selain dia harus melewati jalan itu. Pikir pengembara itu untuk kedua kalinya "Jika aku melewati kerikil ini, kakiku pasti akan berdarah dan terluka. Tapi aku tetap harus melewatinya."

Maka dengan segenap tekadnya, pengembara itu berjalan. Ajaib, ia tak mengalami luka tusukkan kerikil itu sedikitpun dan tampak kakinya dalam keadaan baik-baik saja.
Sekali lagi ia berkata dalam hati : "Betapa hebatnya aku. Kerikil tajampun tak mampu menghalangi jalanku."

Pengembara itupun kembali melanjutkan perjalanannya. Saat hampir sampai di puncak gunung itu, ia kembali menjumpai rintangan. Batu-batu besar dan licin menghalangi jalannya, dan tak ada jalan lain selain dia harus melewatinya. Pikir pengembara itu untuk yang ketiga kalinya : "Jika aku harus mendaki batu-batu ini, aku pasti akan tergelincir dan tangan serta kakiku akan patah. Tapi aku ingin sampai di puncak itu. Aku harus melewatinya."

Maka pengembara itupun mulai mendaki batu itu dan ia...tergelincir. Aneh, setelah bangkit, pengembara itu tidak merasakan sakit di tubuhnya dan tak ada satupun tulangnya yang patah.
"Betapa hebatnya aku. Batu-batu terjal inipun tidak dapat menghalangi jalanku."

Maka, iapun melanjutkan perjalanan dan sampailah ia di puncak gunung itu. Betapa sukacitanya ia melihat pemandangan yang sungguh indah dan tak pernah ia melihat yang seindah ini. Akan tetapi, saat pengembara itu membalikkan badannya, tampaklah di hadapannya sosok manusia yang penuh luka sedang duduk memandanginya.

Tubuhnya penuh luka goresan dan kakinya penuh luka tusukan dan darah. Ia tak dapat menggerakkan seluruh tubuhnya karena patah dan remuk tulangnya.

Berkatalah pengembara itu dengan penuh iba pada sosok penuh luka itu : "Mengapa tubuhmu penuh luka seperti itu? Apakah karena segala rintangan yang ada tadi? Tidak bisakah engkau sehebat aku karena aku bisa melewatinya tanpa luka sedikitpun? Siapakah engkau sebenarnya?"

Jawab sosok penuh luka itu dengan tatapan penuh kasih : "Aku adalah Tuhanmu. Betapa hatiKu tak mampu menolak untuk menyertaimu dalam perjalanan ini, mengingat betapa inginnya engkau melihat keindahan ini. Ketahuilah, saat engkau harus melewati semak belukar itu, Aku memelukmu erat supaya tak satupun duri merobek kulitmu. Saat kau harus melewati kerikil tajam, maka Aku menggendongmu supaya kakimu tidak tertusuk. Ketika kau memanjat batu licin dan terjatuh, Aku menopangmu dari bawah agar tak satupun tulangmu patah. Ingatkah engkau kembali padaKU?"

Pengembara itupun terduduk dan menangis tersedu-sedu. Untuk kedua kalinya, Tuhan harus menumpahkan darahNya untuk suatu kebahagiaan.

Kadang, kita lupa bahwa Tuhan selalu menyertai & melindungi kita. Kita lebih mudah ingat betapa hebatnya diri kita yang mampu melampaui segala rintangan tanpa menyadari bahwa Tuhan bekerja di sana. Dan sekali lagi, Tuhan harus berkorban untuk keselamatan kita. Maka, seperti Tuhan yang tak mampu menolak untuk menyertai anakNya, dapatkah kita juga tak mampu menolak segala kasihNya dalam perjalanan hidup kita dan membiarkan tanganNya bekerja dalam hidup kita?

Friday, October 23, 2009

Pembuktian Sains Tentang Keberadaan Tuhan

"Mari kita bahas permasalahan besar dalam sains, yakni tentang Tuhan" kata
seorang profesor filsafat yang atheis di muka kelas. Kemudian dia meminta
seorang mahasiswa baru maju ke depan kelas.
"Kamu beragama, bukan?"
"Ya, pak."
"Jadi, kamu percaya pada Tuhan?"
"Tentu saja."
"Apakah Tuhan baik?"
"Jelas! Tuhan baik."
"Apakah Tuhan maha kuasa? Dapatkah Tuhan melakukan segala sesuatu?"
"Ya."
"Baik atau burukkah kamu?"
"Kitab Suci mengatakan manusia pada dasarnya berdosa."
Sang profesor menyeringai sinis.
"Ahh! Kitab Suci!" Dia berpikir sejenak.
"Coba yang satu ini. Misalkan ada seseorang sakit di sekitar sini dan kamu
bisa menyembuhkannya. Bersediakah kamu menolongnya?"
"Ya, pak, saya bersedia."
"Maka, kamu baik!"
"Saya tidak mengatakan demikian."
"Mengapa tidak? Kamu bersedia menolong orang sakit dan menyembuhkannya jika
kamu bisa... Kebanyakan orang pun akan melakukannya jika bisa... tetapi
kenapa Tuhan tidak."
[Tiada jawaban]
"Dia tidak melakukannya, bukan? Saudara saya adalah seorang beragama yang
meninggal karena kanker meskipun dia sudah berdoa meminta Tuhan
menyembuhkannya. Bagaimana bisa dikatakan bahwa Tuhan baik? Dapatkah kamu
menjawabnya?"
[Tiada jawaban]
"Kamu tidak bisa menjawab, bukan?"
Sang profesor meneguk air dari gelas di mejanya untuk memberi kesempatan
pada sang mahasiswa menenangkan diri.
"Mari kita lanjutkan, anak muda. Apakah Tuhan itu baik?"
"Ng... Ya."
"Apakah setan itu baik?"
"Tidak."
"Darimana datangnya setan?"
Sang mahasiswa tergagap.
"Dari... Tuhan..."
"Tuhan menciptakan setan, bukan?"
Sang profesor menyeringai pada seluruh mahasiswa.
"Rasanya kita akan mendapatkan banyak kegembiraan dalam semester ini,
tuan-tuan dan nona-nona."
Dia kembali ke mahasiswa di depan kelas.
"Katakan, adakah kejahatan di dunia?"
"Ya, pak."
"Kejahatan ada di mana-mana, bukan? Apakah Tuhan menciptakan segala-galanya?

"Ya."
"Jadi, siapa yang menciptakan kejahatan?"
[Tiada jawaban]
"Adakah penyakit di dunia ini? Pelanggaran susila? Kebencian? Kekerasan?
Segala hal mengerikan, apakah semuanya ada di dunia ini?"
Sang mahasiswa merasakan kegelisahan merayapi kakinya.
"Ya."
"Siapa yang menciptakan?"
[Tiada jawaban]
Sang profesor tiba-tiba berteriak pada sang mahasiswa,
"SIAPA YANG MENCIPTAKAN SEMUA ITU? COBA KATAKAN PADA SAYA!"
Sang profesor memandang tajam wajah sang mahasiswa. Dengan suara dalam dia
berkata,
"Tuhan yang menciptakan semua kejahatan, bukan?"
[Tiada jawaban]
Sang mahasiswa berusaha menggapai-gapai pegangan, matanya mencari-cari,
namun gagal.
"Katakan", sambung sang profesor, "Bagaimana bisa dikatakan bahwa Tuhan baik
jika Dia menciptakan kejahatan sepanjang waktu? Semua kebencian, kebrutalan,
kesakitan, siksaan, kematian, keburukan, dan penderitaan diciptakan Tuhan
yang baik ini di seluruh dunia, bukan, anak muda?"
[Tiada jawaban]
"Tidakkah kamu melihatnya di seluruh dunia?"
[Diam]
"Tidakkah?" tanya sang profesor menatap wajah sang mahasiswa sambil mendesis

"Apakah Tuhan baik?"
[Tiada jawaban]
"Apakah kamu percaya Tuhan, nak?"
Jawaban sang mahasiswa mengecewakannya.
"Ya, profesor. Saya percaya."
Sang profesor menggeleng-gelengkan kepala dengan raut wajah sedih.
"Sains mengatakan bahwa kamu memiliki panca indra yang kamu gunakan untuk
mengidentifikasi dan mengamati dunia sekitar kamu. Apakah kamu sudah
melakukannya?"
"Belum, pak. Saya belum pernah melihat Tuhan."
"Maka, katakan pada kami, pernahkah kamu mendengar Tuhan?"
"Tidak, pak. Saya belum pernah."
"Pernahkah kamu merasakan Tuhan, mengecap Tuhanmu atau membaui-Nya? Intinya,
apakah kamu memiliki tanggapan indra apapun tentang Tuhan?"
[Tiada jawaban]
"Jawablah."
"Tidak, pak, saya khawatir saya belum pernah."
"Kamu KHAWATIR... kamu belum?"
"Belum, pak."
"Tetapi kamu tetap mempercayaiNya?"
"...ya..."
"Itu adalah KEPERCAYAAN!" sang profesor tersenyum arif pada sang mahasiswa.
"Sesuai kaidah empiris, mampu uji, protokol yang dapat didemonstrasikan,
sains menyatakan bahwa Tuhanmu tidak eksis. Apa pendapatmu tentang hal itu,
nak? Dimanakah Tuhanmu sekarang?"
[Tiada jawaban]
"Silakan duduk."
Sang mahasiswa duduk. Kalah.
Seorang mahasiswa lain mengangkat tangannya.
"Profesor, bolehkah saya berbicara?"
Sang profesor berbalik dan tersenyum.
"Ah, seorang garda depan agama lainnya! Mari, anak muda. Silakan kemukakan
kearifan yang patut bagi rekan-rekan anda."
Sang mahasiswa memandang sekeliling kelas lalu berkata pada sang profesor.
"Anda sudah menyatakan hal-hal yang sangat menarik, pak. Sekarang saya
mempunyai sebuah pertanyaan untuk anda. Adakah sesuatu yang disebut panas?"
"Ya", sahut sang profesor.
"Panas itu ada."
"Adakah sesuatu yang disebut dingin?"
"Ya, dingin juga ada."
"Tidak, pak! Itu tidak ada!"
Seringai sang profesor membeku. Ruang kelas sekonyong-konyong menjadi sangat
dingin.
Sang mahasiswa melanjutkan.
"Anda bisa mendapatkan macam-macam panas, bahkan lebih panas, super-panas,
mega-panas, agak panas, sedikit panas, atau tidak panas, tetapi kita tidak
memiliki sesuatu yang disebut 'dingin'.
Kita dapat mencapai 458 derajat di bawah nol, dimana tidak ada panas, tetapi
kita tidak bisa melampauinya lebih jauh lagi setelah itu. Tidak ada sesuatu
pun yang disebut dingin, kecuali jika kita bisa mencapai suhu yang lebih
dingin dari minus 458. Anda lihat, pak, dingin hanyalah SEBUAH KATA yang
kita gunakan untuk MENGGAMBARKAN tentang KETIADAAN panas. Kita tidak bisa
mengukur dingin. Panas dapat kita ukur dalam satuan termal karena panas
adalah energi. Dingin bukan lawan panas, pak, melainkan ketiadaan panas."
[Diam]
Sebuah pin terjatuh berdenting di suatu tempat dalam kelas.
"Apakah ada sesuatu yang disebut gelap, profesor?" tanya sang mahasiswa lagi

"Itu pertanyaan bodoh, nak. Apakah malam itu jika bukan gelap? Apa maksudmu?

"Jadi, anda mengatakan ada sesuatu yang disebut sebagai gelap?"
"Ya..."
"Anda salah lagi, pak! Gelap bukanlah sesuatu, melainkan ketiadaan sesuatu.
Anda bisa mendapatkan cahaya buram, cahaya normal, cahaya terang, cahaya
menyilaukan, tetapi jika anda tidak mendapatkan cahaya secara
berkesinambungan, anda tidak mendapatkan apa-apa, dan itu disebut gelap,
bukan? Itulah pengertian yang kita gunakan untuk menggambarkan kata tersebut
Pada kenyataannya, gelap tidak ada. Jika ada, seharusnya anda bisa membuat
gelap menjadi lebih gelap lagi."
Menahan diri, sang profesor tersenyum pada anak muda lancang di hadapannya.
Ini benar-benar menjadi semester yang bagus.
"Maukah anda menjelaskan pada kami maksud anda, anak muda?"
"Baik, profesor. Maksud saya adalah filosofi anda sudah cacat sejak awal
sehingga kesimpulan anda sudah pasti rancu".
Sang profesor menjadi berang.
"Cacat? Lancang benar anda!"
"Pak, bolehkah saya menjelaskan maksud saya?"
Seisi kelas memasang telinga.
"Penjelasan... oh, penjelasan..."
Sang profesor dengan sangat mengagumkan berhasil mengendalikan diri.
Sekonyong-konyong dia bagaikan keramahan itu sendiri. Dia melambaikan
tangannya untuk menenangkan kelas agar sang mahasiswa dapat melanjutkan.
"Anda menggunakan premis tentang pasangan" sang mahasiswa menjelaskan.
"Sebagai contoh, adanya hidup dan adanya mati; Tuhan baik dan Tuhan jahat.
Anda memandang konsep ketuhanan sebagai sesuatu yang terbatas, sesuatu yang
dapat diukur. Pak, sains bahkan tidak bisa menjelaskan pikiran. Itu
menggunakan listrik dan magnet, tetapi tidak pernah terlihat, banyak yang
tidak memahaminya. Memandang kematian sebagai lawan kehidupan adalah
pengabaian fakta bahwa kematian tidak bisa eksis sebagai sesuatu secara
substantif. Kematian bukanlah lawan kehidupan, melainkan ketiadaan kehidupan
"
Sang mahasiswa mengangkat sebuah surat kabar dari meja rekannya.
"Ini adalah salah satu tabloid paling menjijikkan di negeri ini, profesor.
Adakah sesuatu yang disebut ketidaksenonohan?"
"Tentu saja ada, sekarang..."
"Salah lagi, pak! Anda tahu, ketidaksenonohan adalah semata-mata ketiadaan
moralitas. Adakah yang disebut ketidakadilan? Tidak! Ketidakadilan adalah
ketiadaan keadilan. Adakah yang disebut kejahatan?" sang mahasiswa berhenti
sejenak.
"Bukankah kejahatan adalah ketiadaan kebaikan?"
Wajah sang profesor berubah merah. Dia sangat marah hingga sejenak
kehilangan kata-kata.
Sang mahasiswa melanjutkan,
"Jika ada kejahatan di dunia, profesor, dan kita sepakat tentang itu, maka
Tuhan, jika Dia eksis, tentu akan menyempurnakan pekerjaanNya melalui agen
kejahatan tersebut. Pekerjaan apakah yang Tuhan sempurnakan dengannya?
Alkitab menyatakan bahwa tiap manusia, sesuai kebebasan keinginan sendiri,
memilih kejahatan daripada kebaikan."
Sang profesor terhenyak.
"Selaku ilmuwan filsafat, saya tidak memandang permasalahan ini ada
kaitannya dengan pilihan apapun; sebagai seorang realis, saya benar-benar
tidak melihat konsep Tuhan maupun faktor teologis lain sebagian bagian dari
dunia karena Tuhan tidak bisa diamati."
"Saya malah berpikir bahwa ketiadaan kode moral ketuhanan di dunia ini
kemungkinan adalah satu fenomena yang paling bisa diamati" sahut sang
mahasiswa, "surat kabar membuat milyaran dollar melaporkannya setiap minggu!
Katakan, profesor, apakah anda mengajar mahasiswa bahwa mereka berevolusi
dari kera?"
"Jika anda mengacu pada proses evolusi alamiah, anak muda, ya, tentu saja
demikian yang saya lakukan."
"Pernahkah anda mengamati evolusi dengan mata anda sendiri, pak?"
Sang profesor mengertakkan gigi dan memandang sang mahasiswa dengan tajam.
"Profesor, karena tidak seorang pun pernah mengamati berlangsungnya proses
evolusi dan bahkan tidak seorang pun dapat membuktikan proses ini sebagai
upaya berkesinambungan, bukankah anda sedang mengajarkan opini anda, pak?
Apakah anda sekarang bukan seorang ilmuwan melainkan pengkhotbah?"
"Saya memaafkan kelancangan anda dalam nuansa diskusi filosofis kita. Sudah
selesaikah anda?" desis sang profesor.
"Jadi, anda tidak menerima kode moral ketuhanan melakukan apa yang layak?"
"Saya percaya pada apa adanya. Itulah sains!"
"Ahh! SAINS!" wajah sang mahasiswa berubah sinis.
"Pak, anda telah menegaskan bahwa sains adalah studi mengenai fenomena
pengamatan. Sains juga adalah premis yang cacat..."
"SAINS CACAT?" sang profesor bergetar. Kelas menjadi gempar.
Sang mahasiswa tetap tegar berdiri hingga kegemparan mereda.
"Untuk melanjutkan point yang sudah anda nyatakan sebelumnya pada mahasiswa
lain, bolehkah saya memberi contoh tentang apa yang saya maksudkan?"
Sang profesor diam. Sang mahasiswa memandang sekeliling kelas ruang.
"Adakah seseorang di kelas ini yang pernah melihat otak pak profesor?"
Kelas serentak pecah oleh tawa. Sang mahasiswa menunjuk pada sang profesor
yang sudah remuk.
"Adakah orang di sini yang pernah mendengar otak pak profesor, merasakan
otak pak profesor, menyentuh, atau membaui otak pak profesor?"
Tampaknya tidak seorang pun pernah melakukannya. Sang mahasiswa
menggeleng-gelengkan kepalanya dengan raut wajah sedih.
"Tampaknya tidak seorang pun pernah memiliki tanggapan indra apapun terhadap
otak pak profesor. Maka, sesuai aturan empiris, keajegan, protokol yang
dapat didemonstrasikan, sains, SAYA NYATAKAN bahwa bapak profesor kita tidak
punya otak!"
Kelas tercengkeram dalam chaos.

(Author Unknown)

Friday, October 9, 2009

Dua Puluh Ribu Rupiah dari Emak Nurdianah

Dua Puluh Ribu Rupiah dari Emak Nurdianah
By : Bayu Gawtama

Seorang ibu tua berusia diatas 70 tahun berjalan tertatih memasuki Posko Utama ACT di Jl. Adinegoro no. 31, Kecamatan Koto Tangah, Kota Padang, Minggu 4 Oktober 2009. Tangannya gemetar menggenggam sesuatu, “Ini posko kemanusiaan ya?” bibirnya ikut bergetar. Serempak beberapa relawan mendekatinya, “Benar mak, ada yang bisa kami bantu?”

Sebuah pertanyaan standar, sebab kami mengira bahwa Ibu tua itu hendak meminta bantuan untuk korban gempa. Namun ternyata kami salah karena ia datang justru untuk memberi bantuan, “Emak mau kasih bantuan, tolong disampaikan kepada para korban gempa. Melihat kalian yang muda-muda ini bekerja, sebenarnya emak ingin menjadi relawan. Tapi emak sudah tua, emak nggak kuat lagi, sudah nggak kuat lagi,” ujar Emak Nurdianah bersemangat.

Emak Nurdianah mengaku lahir tahun 1938, mendatangi posko ACT menitipkan uang dua puluh ribu rupiah untuk disalurkan kepada para korban gempa. Padahal ia sendiri pun salah satu korban gempa di Kota Padang yang mengguncang tanah Sumatera 30 September 2009 lalu. Lebih dari 600 orang menjadi korban jiwa, belum termasuk lima ratusan lainnya yang belum ditemukan hingga hari ke -6 pasca gempa, mereka tersebar di beberapa titik seperti Tandikek dan Sicincin. Sedangkan pengungsi mencapai ratusan ribu, tersebar di seluruh Sumatera Barat.

“Emak terharu melihat kalian, datang dari jauh untuk membantu tempat emak. Sebagai orang Minang, emak merasa harus pula membantu tanah emak sendiri, emak tidak mau kalah sama kalian. Dulu emak ini pejuang, angkat senjata…. Sekarang emak sudah tidak sanggup bekerja berat. Emak cuma bisa titip ini,” sambil menyerahkan uang digenggamannya kepada Romi, salah seorang relawan.

Ketika Romi hendak membuatkan tanda terima, Mak Nur menolak dengan halus, “Tak perlulah catatan macam itu, cukup Allah saja yang mencatatnya. Emak hanya minta doakan, tahun ini emak naik haji agar dilancarkan sampai kembali lagi ke sini ya…” sebuah permintaan sederhana yang sudah pasti semua relawan yang ada di Posko saat itu serempak mendoakan, “semoga dilancarkan mak, insya Allah mabrur” Boleh jadi haji Mak Nur sudah diterima Allah bahkan sebelum ia bertamu ke rumah Allah nanti.

“Sekali lagi terima kasih, kalian anak-anak muda, jaga kesehatan ya biar lebih lama di tanah kelahiran emak, biar lebih banyak orang yang bisa dibantu…” Emak Nur pun pamit pergi meninggalkan posko sambil memeluk satu persatu relawan yang ada di posko, beberapa relawan perempuan pun tak luput mendapat ciuman hangat bak seorang ibu yang tengah mengalirkan energi cinta kepada anak-anaknya. Jelas pelukan hangat Mak Nur memberi energi lebih kepada para relawan untuk menjalankan misi kemanusiaan tanpa kenal lelah. Semakin kami sadar bahwa di belakang kami terdapat orang-orang yang terus menopang segala pengorbanan di lokasi bencana.

Dua puluh ribu rupiah yang dititikan Mak Nur rasanya sangat bernilai tinggi bagi kami yang diamanahkan untuk meneruskannya kepada para korban gempa. Sebuah kehormatan bagi segenap relawan ACT yang mendapat amanah bernilai luhur dari seorang Mak Nur. Sungguh, titipan dari sejuta Mak Nur di belahan bumi pertiwi yang tak dapat kami berjumpa satu persatu merupakan amanah tertinggi yang wajib kami panggul secara terhormat di pundak ini. Terima kasih Mak Nur, dua puluh ribu rupiah milik Mak Nur menambah semangat kami… (Gaw)

ARTIKEL: Bagaimana Berkhotbah

BAGAIMANA BERKOTBAH DENGAN PENUH KUASA?

 

Bahan pelajaran asli dari Pdt. Andreas Samudera.  Disadur dan diadaptasi dan diperkembangkan oleh Pdt. Sammy Lee

 

victoryglobalvision@gmail.com

 

Bahan ‘Bagaimana Berkhotbah’ ini dipersiapkan untuk melatih pekerja-pekerja Rumah Doa segala Bangsa agar mereka mampu berkhotbah dengan penuh kuasa.  Disini diberikan syarat-syarat dan kaidah-kaidah yang perlu diketahui dan dijiwai oleh seorang yang ingin menjadi pengkhotbah yang berkuasa.  Bahan ini masih merupakan garis besar saja yang masih perlu diuraikan secara lebih luas dan ditambahi dengan contoh-contoh pendek agar lebih jelas. Namun bagi mereka yang ingin mempergunakannya sebagai bahan latihan bagi pekerja gereja Tuhan, anda dapat mempergunakannya dengan menambahkan inovasi sendiri.

 

Bahan ini dibagikan  dalam 4 bagian yang dibawakan selama 4 sesi, menjadi semacam kursus dengan praktek langsung pada setiap sesinya. Peserta dapat dibagi dalam kelompok-kelompok 4 orang atau sebanyak-banyaknya 6 orang. Pada setiap sesi peserta diberi waktu 10 sampai 15 menit untuk praktek berkhotbah secara bergilir, sementara yang lain mengisi daftar penilaian terhadap pembicara. Hasil penilaian ini diberikan langsung kepada pembicara agar ia tahu apa pendapat orang lain terhadap penyampaiannya.

 

Anda boleh memakai bahan ini dengan bebas, dengan syarat anda mau sekedar memberitahukan kami dengan singkat ke alamat e-mail: victoryglobalvision@gmail.com

 

Juga kami meminta pendapat dan saran anda bila anda telah memakainya, agar kami dapat memperbaiki untuk penggunaan yang lebih baik dikemudian hari.

Artikel Selengkapnya