Puluhan tahun yang lalu ketika usia saya masih belum genap sembilan tahun, kios itu sudah ada di sana. Menjajakan majalah, koran, dan sejumlah barang kelontong. Ketika itu mobil berhenti di depan kiosnya dan wanita itu datang menghanpiri membawa apa yang biasanya kami inginkan, majalah Ananda dan Bobo buat saya serta majalah Tempo dan Intisari untuk ayah. Demikian terjadi sepekan sekali sepulang sekolah selama bertahun-tahun hingga tiba saatnya saya beranjak remaja dan berganti selera baca, saya tak lagi menemui wanita itu.
Sekonyong-konyong di senja itu, tatapan mata saya ke luar angkot yang tengah membawa saya pulang ke rumah, menyapu kios itu dan wanita yang sama di dalamnya. Bedanya, kali ini tak lagi menjajakan koran dan majalah. Hanya rokok, minuman cola, air mineral, dan sejumlah barang lain. Apakah itu semacam kemunduran perniagaan, saya tak tahu persis. Yang tampak jelas bagi sel-sel kelabu saya adalah kenyataan bahwa ia, untuk menafkahi hidupnya, masih saja duduk di tempat yang sama, setelah lewat bertahun-tahun.
Suatu sore lain dalam sebuah gerbong kereta yang saya tumpangi, saya menatap puluhan gubuk dan rumah petak di sepanjang lintasan rel yang menuju stasiun Senen. Benak saya digelayuti iba dan juga pertanyaan. Sejumlah gerobak mie ayam melintas di jendela dengan cepat. Apa yang begitu menarik dari kota ini, begitu pertanyaan saya, sehingga mereka sanggup bertahan dalam
kepapaannya di tengah gemuruh Jakarta yang keras. *
*Apakah itu nasib? Adakah nasib yang membuat Ibu penjaja koran yang tinggal di Semarang dan mereka yang tinggal di kompleks kumuh Jakarta tetap bertahan di sana? Bagaimana bisa kita memahami nasib? Saya tak bisa. Tetapi keponakan saya yang berumur lima tahun punya petunjuknya.
Saat itu saya sedang bermain berdua dengannya: Ular-Tangga. Setelah beberapa lama bermain dan bosan mulai merambati benak, saya meraih surat kabar dan mulai membaca-baca. Nanda, keponakan saya itu, kemudian berkata, "Ayo jalan!
Gililan Om. Kalo nggak jalan juga, Om bakal nggak naik-naik, di situ telus, dan mainnya nggak selesai-selesai."
Saya tersadar. Ular-Tangga, permainan semasa kita kanak-kanak, adalah contoh yang bagus tentang permainan nasib manusia. Ada petak-petak yang harus dilewati. Ada Tangga yang akan membawa kita naik ke petak yang lebih tinggi. Ada Ular yang akan membuat kita turun ke petak
di bawahnya.
Kita hidup. Dan sedang bermain dengan banyak papan Ular-Tangga. Ada papan yang bernama sekolah. Ada papan yang bernama karir. Suka atau tidak dengan permainan yang sedang dijalaninya, setiap orang harus melangkah. Atau ia terus saja ada di petak itu. Suka tak suka, setiap orang harus mengocok dan melempar dadunya.
Dan sebatas itulah ikhtiar manusia: melempar dadu (dan memprediksi hasilnya dengan teori peluang).
Apakah Ular yang akan kita temui, ataukah Tangga, Allah lah yang mengatur. Dan disitulah Nasib. Kuasa kita hanyalah sebatas melempar dadu. Malangnya, ada juga manusia yang enggan melempar dadu dan menyangka bahwa itulah nasibnya. Bahwa di situlah nasibnya, di petak itu. Mereka yang malang itu, terus saja ada di sana.
Setiap kali menemui Ular, lemparkan dadumu kembali. Optimislah bahwa di antara sekian lemparan, kau akan menemukan Tangga. Beda antara orang yg optimis dan pesimis bila keduanya sama-sama gagal, Si Pesimis menemukan kekecewaan dan Sang Optimis mendapatkan harapan.
Cari Artikel di Blog ini
Selamat Datang di Website PA-DKI Plus
PA DKI Plus adalah singkatan dari Pemuda Advent DKI Jakarta & Sekitarnya. "Plus" nya sendiri bisa berarti banyak. Yang pertama plus dalam arti usia, website dan milis PA-DKI seperti kita ketahui, tidak terbatas hanya untuk para orang muda, namun juga pada mereka yang berjiwa muda. Plus yang kedua tentunya dari segi geografi. Website dan milis PA-DKI terbuka untuk semua orang muda dan yang berjiwa muda di seluruh dunia, tidak hanya di DKI Jakarta.
Terima kasih banyak atas kunjungan Anda. Pihak moderator dengan senang hati menerima kiriman artikel rohani, sumber-sumber penting bagi Kepemudaan, berita-berita dari jemaat Anda, beserta gambar-gambarnya. Kirim kan saja ke email: admin@jakartaadventist.org, setelah disunting berita atau artikel Anda akan terpublish di Weblog ini.
Satu yang terakhir namun tetap penting, Milis dan Weblog PA-DKI adalah resmi di bawah naungan Direktur Pemuda Advent Konferens DKI Jakarta & Sekitarnya yang sekarang diemban oleh Pdt. Daniel Rampen.
Salam Pemuda,
Moderator
Monday, March 16, 2009
Sang Dadu
ARTIKEL: Bagaimana Berkhotbah
BAGAIMANA BERKOTBAH DENGAN PENUH KUASA?
Bahan pelajaran asli dari Pdt. Andreas Samudera. Disadur dan diadaptasi dan diperkembangkan oleh Pdt. Sammy Lee
victoryglobalvision@gmail.com
Bahan ‘Bagaimana Berkhotbah’ ini dipersiapkan untuk melatih pekerja-pekerja Rumah Doa segala Bangsa agar mereka mampu berkhotbah dengan penuh kuasa. Disini diberikan syarat-syarat dan kaidah-kaidah yang perlu diketahui dan dijiwai oleh seorang yang ingin menjadi pengkhotbah yang berkuasa. Bahan ini masih merupakan garis besar saja yang masih perlu diuraikan secara lebih luas dan ditambahi dengan contoh-contoh pendek agar lebih jelas. Namun bagi mereka yang ingin mempergunakannya sebagai bahan latihan bagi pekerja gereja Tuhan, anda dapat mempergunakannya dengan menambahkan inovasi sendiri.
Bahan ini dibagikan dalam 4 bagian yang dibawakan selama 4 sesi, menjadi semacam kursus dengan praktek langsung pada setiap sesinya. Peserta dapat dibagi dalam kelompok-kelompok 4 orang atau sebanyak-banyaknya 6 orang. Pada setiap sesi peserta diberi waktu 10 sampai 15 menit untuk praktek berkhotbah secara bergilir, sementara yang lain mengisi daftar penilaian terhadap pembicara. Hasil penilaian ini diberikan langsung kepada pembicara agar ia tahu apa pendapat orang lain terhadap penyampaiannya.
Anda boleh memakai bahan ini dengan bebas, dengan syarat anda mau sekedar memberitahukan kami dengan singkat ke alamat e-mail: victoryglobalvision@gmail.com
Juga kami meminta pendapat dan saran anda bila anda telah memakainya, agar kami dapat memperbaiki untuk penggunaan yang lebih baik dikemudian hari.
!doctype>
No comments:
Post a Comment